Sejarah Singkat
Pondok pesantren Daruz Zikri Manggilang sebenarnya berawal sejak terbentuknya forum Majelis Ulama Nagari (Muna) Manggilang. Melalui Pimpinan (Wali) Nagari Manggilang saat itu dikeluarkan Surat Keputusan (SK) pembentukan pada 19 September 2016. Surat ini dikeluarkan berdasarkan hasil rapat lembaga lintas nagari Manggilang. Terutama dari unsur para ninik mamak (kepala suku adat), Pemerintah Nagari, Badan Musyawarah (Bamus), pemuda, bundo kanduang, serta para tokoh lainnya. Saat itu Muna Manggilang diketuai oleh Buya Herman Yunus, S.Pd. Mulai dari saat itu kegiatan keagamaan terasa mulai sangat hidup. Bukan berarti sebelumnya kegiatan keagaam tidak ada di Manggilang. Akan tetapi sejak adanya Muna dakwah islamiyah kembali bergairah dengan eksplorasi yang dibentuk dengan sedikit lebih menarik dari yang sudah-sudah. Pada 12 Februari 2017 berdiri lah rumah tahfiz di Manggilang dengan nama Rumah Tahfidz Mukhlisin Manggilang yang disingkat dengan RTM. Empat nama sebagai motor penggerak dan tokoh utama yang selalu bergiat dalam mengurus serta langsung menjadi guru di RTM saat itu mulai semakin dikenal masyarakat. Diantara mereka adalah Buya Zikri, Herman, Bakri, dan Bundo Kasmiati. Sebagai ulama yang paling senior diantara tiga lelaki dari empat orang tersebut, Buya Bakri diangkat sebagai Kepala RTM saat itu. Disini, anak-anak tidak saja belajar mengaji. Melainkan juga dubuat program “semi pesantren”. Para santri atau anak-anak RTM merasakan bagaimana belajar di pondok pesantren. Meskipun tidak dibikin seperti di pesantren secara seutuhnya. Namun mereka sudah merasakan asyiknya mondok. Melihat antusias tersebut, setelah delapan bulan berjalan rumah tahfiz, maka mulai lah muncul ide untuk mendirikan pesantren. Perbincangan ini mulai mengemuka pada Oktober 2017. Pada saat itu, ada pula masyarakat yang ingin mewakafkan tanahnya. Paling tidak sebagai stimulan dalam berdirinya pesantren dengan lahan seluas 20 meter x 20 meter di jorong Lubuk Jantan. Hanya saja, niat ini belum dapat direalisasikan. Namun begitu, hampir di saat bersamaan, orang tua Buya Muhammad Zikri, yakni Masri Ongku Mudo Ja’tan yang merupakan seorang mursyid tariqah naqsabandiyah, juga memiliki niat yang sama. Dia ingin untuk membikin pesantren. Meskipun dirinya tidak sanggup menjadi bagian dari orang yang mengurus dan pendiri, paling tidak dia ingin mengmbil bagian sebagai seorang penyumbang lahan untuk didirikan pesantren. Saat itu Ongku Mudo Ja’tan memang sudah sepuh dan sakit. Sehingga niat beliau untuk memfasilitasi mendirikan pesantren ini tidak kesampaian. Dia pun wafat pada 10 september 2018 M atau saat maghrib bertepatan masuknya 1 muharram 1440 H. Malam itu Buya Muhammad Zikri bermenung sambil melepas penat setelah mengurusi jenazah sang ayah yang biasanya dia panggil dengan aba. Dalam renungan itu, tiba-tiba dia ingat bahwa sebelumnya aba memiliki tanah di kawasan Koto Tuo seluas satu hektare. Meski dalam wasiatnya agar tanah itu langsung “dibagi saja buat kalian empat beradik dan bisa dijadikan untuk perumahan”. Di sini, dia berpikir kenapa tidak tanah ini saja yang dihibahkan buat pesantren. Buya pun menemui dan mengumpulkan saudara-saudaranya agar bisa sepakat untuk merelakan tanah ini dibikin pesantren. Walhasil, mereka meminta agar menyisakan sedikit lahan untuk sekedar membikin rumah buat anaknya masing-masing nanti. Bertepatan 40 hari meninggal aba pada 20 oktober 2018, surat dan tanah tersebut langsung diserahkan ke tiga tokoh utama pendiri pesantren Daruz Zikri Manggilang. Diantaranya Buya Zikri Sendiri, Ustadz Herman dan Ustadz Bakri. Pada 19 September ketiga tokoh ini melakukan peninjauan lokasi tersebut. Di pandu langsung oleh Buya Zikri dan menerobosi semak dalam, memanjat akar dan kayu-kayu besar tersebut. Hari demi hari terus berlanjut. Buya pun berpikiran untuk membikin rumah kecil sekedar tempat berteduh di sini. Keinginan ini pun mulai diwujudkan pada 18 April 2018. Rumah yang sekali gus nanti menjadi tempat awal kegiatan pesantren dimulai. Sejak saat itu, niat dan desakan masyarakat untuk mendirikan pesantren ini semakin kuat. Sehingga pada Rabu 24 Juli 2019 dimulai lah belajar pertama di rumah pesantren tersebut. Kebanyakan dari mereka yang belajar itu merupakan santri dari RTM dari kalangan siswa SMP dan SMA. Meski dari tingkat SD juga ada beberapa orang. Pada 7 Agustus 2019 keluar lah SK Yayasan dari Kemenkum HAM RI dengan No. AHU-0011090.AH.01.04.Tahun 2019, melalui Notaris Marlina, SH di Tanjung Pati berdasar dengan Akta Notaris tanggal 1 Agustus 2019. Di akhir 2019 dan awal 2020, buya dan pengurus Dazma mulai intens melakukan konsultasi dan sosialisasi pendirian pesantren ini ke Kemenag Kabupaten Lima Puluh Kota. Melalui Kasi Pontren, Dr. H. Ifkar, M.Pd, para pengurus Dazma pun mulai mendapatkan jalan untuk menunaikan niat mulia tersebut. Bahkan, buya dan pengurus juga langsung dapat berdiskusi bersama Kepala Kemenag Kabupaten Lima Puluh Kota yang saat itu adalah D.rs, Ramzah Husmen, M.Pd. Usaha keras semua pihak ini mendapat berkah sehingga Dazma tercatat secara nasional dan mendapat Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSPP) dari Pemerintah Pusat dengan Nomor 512313070013. Berdasarkan NSPP ini, Kementerian Agama melalui Kemenag Lima Puluh Kota pun mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan izin operasional pondok pesantren dengan Nomor 235 tahun 2020 pada 3 September 2020.
|